Sabtu, 29 September 2012

Ideologi Pancasila


 MOTTO

“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa  Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat”. (Q.S. Al-A’raaf : 26)


Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak dan kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain, karena hidup hanyalah sekali. Ingat hanya pada Allah apapun dan di manapun kita berada kepada Dia-lah tempat meminta dan memohon.




PERSEMBAHAN

Ayah dan Bunda…
Goresan-goresan ini bukanlah sebuah mutiara kehidupan,
Namun hanyalah sebenih dari pengetahuan adinda…
                        Kedua orang tuaku yang sangat aku sayangi…
                        Terimakasih telah melahirkan, membesarkan,
Mendidik dan memberikan kasih sayang serta do’a dan dukungannya,
Maafkanlah segala kesalahan anakmu ini jika telah melukai hati kalian…
Walau ku tahu…
Andai beribu kata yang aku ucapkan
Andai beribu jasa yang ku berikan
Guna mendambakan segala kasih dan sayangmu…
Semua itu tak akan pernah terbalas
Ku sadari…
Kalau bukan karena hasil tetesan keringat kedua orang tuaku…
Aku takkan bisa jadi seperti ini…
Do’a mu yang selalu menyertai ku…
Keridhoanmu juga selalu meyertai ku…
Kesabaranmu menanti keberhasilanku….
Keikhlasanmu atas segala jerih payahmu…
Semoga segala do’amu di dengar oleh yang maha kuasa…
Semoga keberhasilanku nantinya…
                        Dapat meridho’kan atas segala kesalahan yang pernah aku lakukan 
Dapat menghapus deritamu atas segala keinginanku…
Dapat member senyuman di bibir indahmu atas segala harapanmu
Terimakasih kepada dosenku bapak H. Baharuddin R., S.Ag, M.A
Yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada saya…
Dan buat teman-teman saya terimakasih atas segala aspirasinya selama ini…
Semoga kesuksesan akan selalu ada di hadapan kita semua
Amin……..









PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam ideologi Pancasila memiliki lebih banyak manfaat dalam segala bidang kehidupan baik bidang politik, ekonomi, bermasyarakat dan lain sebagainya, apalagi Pancasila dipandang sebagai sumber dari kehidupan berbangsa dan bernegara dimana segala sesuatunya berada dalam Pancasila. Untuk itu adanya Pancasia sebagai ideologi haruslah di pelihara, dilestarikan , diamankan dan dijunjung tinggi sebagai pandangan hidup berbangsa. Tanpa adanya kontuinitas dari masyarakatnya untuk melestarikan ideologi pancasila itu sendiri sudah pasti bangsa dan Negara ini akan mengalami kehilangan etika dan melaksanakan perilaku kehidupan, karena tidak ada lagi penuntun yang menjadi pegangan yang mengatur kehidupan masyarakat.
Pancasila sebagai suatu ideologi yang tidak lahir begitu saja, sudah jelas segala sesuatunya memiliki sebab dan akibat, begitu juga dengan lahirnya ideologi itu sendiri. Selain sebab faktor penghambat pun terjadi pada saat lahirnya pancasila sebagai ideologi bangsa. Namun dengan adanya penghambat tersebut tidak akan membuat kita sebagai bangsa Indonesia untuk tidak terus melestarikan, serta menerapkan Pancasila sebagai suatu ideologi yang positif dampaknya bagi kita sebagai masyarakat, bagi bangsa dan juga bagi Negara. Sehingga ideologi Pancasila sebenarnya sangat relevan dengan suasana pemikiran di alam reformasi ini yang menuntut transparansi di segala bidang namun masih tetap menjunjung kaidah nilai dan norma kita sebagai bangsa timur yang beradab. Meskipun memiliki faktor pendorong maupun faktor penghambat adanya terhadap ideologi Pancasila tidak meruntuhkan niat masyarakat bangsa Indonesia untuk terus melestarikannya karena hal tersebut merupakan penuntun kehidupan yang sangat positif dalam menuntun kelangsungan Negara Republik Indonesia.
Di era Orde Baru, dapat dikatakan tak ada pihak yang berani membicarakan apalagi merencanakan dan memperjuangkan agar Pancasila diganti dengan ideologi yang lain. Bukannya kelompok-kelompok yang merongrong Pancasila itu tidak ada sama sekali, melainkan pemerintah yang selalu menyikapi dan menindaknya secara tegas apabila di masyarakat mulai terendus bau tak sedap akan munculnya bahaya ideologi yang lain itu.
B.     Rumusan Masalah

a.       Apakah idiologi itu?
b.      Apakah pancasila sebagai idiologi terbuka itu?
c.       Bagaimana idiologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika internal?
d.      Bagaimana Adanya dialog yang terus-menerus tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dengan realita yang ada di masyarakat?
e.       Apa saja yang terdapat dalam nilai-nilai pancasila sebagai idiologi terbuka?
f.       Apa saja Faktor Pendorong Keterbukaan Ideologi Pancasila?
g.      Apa saja Batas-Batas Keterbukaan Ideologi Pancasila?

C.     Tujuan Penulisan Dan Pemilihan Judul
1.      Untuk memenuhi tugas mandiri pada mata kuliah “Pendidikan Pancasila”
2.      Untuk melatih diri agar terbiasa dan selalu mengembangkan hal-hal yang baik di dalam penulisan makalah maupun memenuhi tugas mandiri
3.      Untuk lebih memahami pancasila sebagai idiologi
4.      Penulis memilih judul “pancasila sebagai idiologi” karena penulis ingin lebih memahami dasar-dasar didalam pancasila, bagaimana nilai-nilai yang terdapat didalamnya, dan juga karena Dalam ideologi Pancasila memiliki lebih banyak manfaat dalam segala bidang kehidupan baik bidang politik, ekonomi, bermasyarakat dan lain sebagainya, apalagi Pancasila dipandang sebagai sumber dari kehidupan berbangsa dan bernegara dimana segala sesuatunya berada dalam Pancasila.
PEMBAHASAN
PANCASILA SEABGAI IDIOLOGI

A.    Pengertian Idiologi
Istilah idiologi berasal dari kata “Idea” yang berarti “gagasan, konsep. Pengertian dasar, cita-cita”, dan “Logos” yang berarti “ilmu”. Kata idea berasal dari bahasa yunani “eidos” yang artinya “berbentuk”. Disamping itu ada kata “Idein” yang artinya “melihat”. maka secara harfiah, idiologi berarti ilmu pengertia-pengertian dasar. Dalam pengertia sehari-hari, “idea” disamakan artinya dengan cita-cita. Yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau paham. Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnnya dapat merupakan satu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas suatu landasan, asas atau dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian idiologi mencakup pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita.[1]
Pendapat-pendapat pakar tentang idiologi :
·         Padmo Wahjono[2]
Mengartikan idiologi sebagai kesatuan yang bulat dan utuh dari ide-ide dasar.
Menurut pakar hukum tata Negara ini idiologi merupakan suatu kelanjutan atau konsekuensi daripada pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa, dan akan berupa seperanngkat tata nilai yang dicita-citakan akan direalisir di dalam kehidupan berkelompok.
Idiologi mengandung kegunaan untuk memberikan stabilitas arah dalam hidup berkelompok dan sekligus memberikan dinamika gerak menuju tujuan masyarakat atau bangsa.
·         Frans Magnis Suseno[3]
Seorang pakar filsafat, mengartikan idiologi dalam arti luas, dan dalam arti sempit.
Dalam arti luas, dan kurang tepat istilah “idiologi” dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam arti ini keyakinan bahwa Negara dan kesetiakawanan akan disebut idiologi. Frans Magnis Suseno menggunakan kata idiologi sebagai sesuatu yang positif, yaitu sebagai nilai-nilai dan cita-cita yang luhur, yaitu dalam arti sebagai “idiologi terbuka”
Dalam arti sempit dan sebenarnya idiologi adalan gagasan atau teori menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang mau menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Idiologi dalam arti ini disebut “idiologi tertutup” karena kemutlakannya tidak mengizinkan orang mengambil jarak terhadapnya. Secara singkat, dengan idiologi tertutup dimaksud gagasan-gagasan tertentu yang dimutlakkan.
·         Puspo Wardoyo
Menyebutkan bahwa ideologi dapat dirumuskan sebagai komplek pengetahuan dan nilai secara keseluruhan menjadi landasan seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya. Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya seseorang dapat menangkap apa yang dilihat benar dan tidak benar, serta apa yang dinilai baik dan tidak baik.
·         Harol H. Titus
Definisi dari ideologi adalah: Aterm used for any group of ideas concerning various political and aconomic issues and social philosophies often applied to a systematic scheme of ideas held by groups or classes, artinya suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai bebagai macam masalah politik ekonomi filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu rencana yang sistematis tentang suatu cita-cita yang dijalankan oleh kelompok atau lapisan masyarakat.[4]
B.     Pancasila Sebagai Idiologi Terbuka
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal. Sumber semangat ideologi terbuka itu sebenarnya terdapat dalam Penjelasan Umum UUD 1945, yang menyatakan, “... terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah cara membuatnya, mengubahnya dan mencabutnya“.[5]
Pancasila sebagai idiologi terbuka mencerminkan seperangkat nilai terpadi dalam kehidupan politiknya bangsa Indonesia, yaitu sebagai tata nilai yang digunakan sebagai acuan didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[6]
Pancasila memiliki dua hal yang harus dimiliki oleh ideologi yang terbuka yaitu cita-cita yang (nilai) bersumber dari kehidupan budaya masyarakat itu sendiri. Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri bukan bangsa lain. Pancasila merupakan wadah/sarana yang dapat mempersatukan bangsa itu sendiri karena memiliki falsafah dan kepribadian yang mengandung nilai-nilai luhur dan hukum. Pancasila juga memiliki cita-cita moral dan merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila juga memiliki fleksibel dan kelenturan kepekaan kepada perkembangan jaman. Sehingga nilai-nilai Pancasila tidak akan berubah dari zaman ke zaman. Dan Pancasila harus memiliki kesinambungan atau saling interaksi dengan masyarakat nya. Maka, apa yang menjadi tujuan negara dapat tercapai tanpa adanya pertentangan. Semua orang tanpa terkecuali harus mengerti dan paham betul tentang tujuan yang ada dalam Pancasila tersebut. Dengan demikian secara ideal konseptual, Pancasila adalah ideologi, kuat, tangguh, bermutu tinggi dan tentunya menjadi acuan untuk semangat bangsa Indonesia.[7]
Bukti Pancasila adalah ideologi terbuka :
·         Pancasila memiliki pandangan hidup dan tujuan serta cita-cita masyarakat Indonesia Tekad untuk mengembangkan kekreatifitasan dan dinamis untuk mencapai tujuan nasional
·         Pengalaman sejarah bangsa Indonesia
·         Terjadi atas dasar keinginan bangsa ( masyarakat ) Indonesia sendiri tanpa campur tangan atau paksaan dari sekelompok orang
·         Isinya tidak operasional
·         Menginspirasikan kepada masyarakat agar bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
·         Menghargai pluralitas, sehingga dapat diterima oleh semua masyarakat yang memiliki latar belakang dan budaya yang berbeda.

1.      Idiologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika internal
Mengenai pengertian pencasila sebagai idiologi terbuka, bukanlah berarti bahwa nilai dasarmya dapat di ubah atau diganti dengan nilai dasar yang lain, karena bila dipahamkan secara demikian (sebagai pemahaman yang keliru), hal itu sama artinya dengan meniadakan pancasila atau meniadakan identitas/jati diri bangsa Indonesia. Hal mana yang berlawanan dengan pancasila dan tidak masuk akal.
Di dalam pengertian pancasila sebagai idiologi terbuka mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar daripada pancasila itu dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman.[8]
Dengan perkembangan  atas nilai-nilai dasar ini pancasila tidak berubah menjadi semacam idiologi yang tertutup atau kaku yang hanya bersifat doktriner seperti halnya yang terdapat pada Negara yang berpaham totaliter, disamping juga bukan sebagai idiologi yang bersifat utopia atau hanya terdapat dalam angan-angan belaka, melainkan bahwa ide-ide/ gagasan-gagasan dasarnya tersebut dapat dilaksanakan.
2.      Adanya dialog yang terus-menerus tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dengan realita yang ada di masyarakat
Pada masa era globalisasi dan modernisasi sekaranng ini  norma dan nilai-nilai Pancasila sudah mulai memudar dan masyarakat pun mengalami erupsi dan degradasi terhadap nilai-nilai luhur yang ada didalam Pancasila. Pancasila sebagai dasar dan Ideologi Negara harus dipahami, dimengerti dan diamalkan oleh Seluruh Rakyat Indonesia sebagai Pemersatu Bangsa serta sebagai landasan berfikir, bersikap dan bertindak dalam membangun Indonesia.
Nilai-nilai luhur Pancasila yang terdapat di dalam TAP MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Rumusan Pancasila yang ada saat ini adalah rumusan yang terdapat dalam Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) yaitu Untuk memenuhi kewajiban sebagai warga Negara dan warga masyarakat, manusia Indonesia dalam mengayati dan mengamalkan Pancasila secara bulat dan utuh menggunakan pedoman, antara lain:
1.      Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antarumat beragama.
2.      Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
3.      Nilai Persatuan
Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia..
4.      Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
5.      Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengajak semua pihak, masyarakat Indonesia dan para penyelenggara negara untuk benar-benar mengamalkan Pancasila sebagai ideologi.
Menurut Gamawan Fauzi dalam realitas kehidupan berbangsa saat ini, kehidupan sehari-hari masyarakat semakin menjauh dari nilai-nilai Pancasila. Kondisi ini tercermin dari adanya kelompok masyarakat yang meragukan validitas Pancasila.“Ada kelompok masyarakat yang ingin menggantikan Pancasila dengan ideologi lain melalui cara-cara kekerasan”.
Selain itu, ujar Mendagri, indikasi lain yang menunjukkan perilaku sehari-hari masyarakat yang jauh dari nilai-nilai Pancasila, adalah sikap masyarakat yang mudah terprovokasi, bahkan tidak segan melakukan tindakan anarkhis dan berujung pada konflik sosial. “Kondisi seperti ini akan mengakibatkan loyalitas kepada bangsa dan negara menjadi menurun, dan tidak kondusif bagi perkembangan bangsa kedepan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang demokratis,”
C.    Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Idiologi terbuka
Moerdiono (1995/1996) menunjukkan adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila. Tiga tataran nilai itu adalah:
1.      Nilai Dasar,  yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu.Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat amat abstrak, bersifat amat umum, tidak terikat oleh waktu dan tempat, dengan kandungan kebenaran yang bagaikan aksioma.Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya. Nilai dasar Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara.Nilai dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat.
2.      Nilai Instrumental,  yaitu suatu nilai yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar tersebut, yang merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun nilai instrumental haruslah mengacu pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamik dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu.Dari kandungan nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan juga proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.
3.      Nilai Praksis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari, berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Nilai praksis terdapat pada demikian banyak wujud penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, oleh organisasi kekuatan sosial politik, oleh organisasi kemasyarakatan, oleh badan-badan ekonomi, oleh pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh warganegara secara perseorangan. Dari segi kandungan nilainya, nilai praksis merupakan gelanggang pertarungan antara idealisme dan realitas.
Jika ditinjau dari segi pelaksanaan nilai yang dianut, maka sesungguhnya pada nilai praksislah ditentukan tegak atau tidaknya nilai dasar dan nilai instrumental itu. Ringkasnya bukan pada rumusan abstrak, dan bukan juga pada kebijaksanaan, strategi, rencana, program atau proyek itu sendiri terletak batu ujian terakhir dari nilai yang dianut, tetapi pada kualitas pelaksanaannya di lapangan. Bagi suatu ideologi, yang paling penting adalah bukti pengamalannya atau aktualisasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Suatu ideologi dapat mempunyai rumusan yang amat ideal dengan ulasan yang amat logis serta konsisten pada tahap nilai dasar dan nilai instrumentalnya. Akan tetapi, jika pada nilai praksisnya rumusan tersebut tidak dapat diaktualisasikan, maka ideologi tersebut akan kehilangan kredibilitasnya.Bahkan Moerdiono (1995/1996: 15) menegaskan, bahwa bahwa tantangan terbesar bagi suatu ideologi adalah menjaga konsistensi antara nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksisnya. Sudah barang tentu jika konsistensi ketiga nilai itu dapat ditegakkan, maka terhadap ideologi itu tidak akan ada masalah. Masalah baru timbul jika terdapat inkonsisitensi dalam tiga tataran nilai tersebut.
Untuk menjaga konsistensi dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam praktik hidup berbangsa dan bernegara, maka perlu Pancasila formal yang abstrak-umum-universal itu ditransformasikan menjadi rumusan Pancasila yang umum kolektif, dan bahkan menjadi Pancasila yang khusus individual (Suwarno, 1993: 108). Artinya, Pancasila menjadi sifat-sifat dari subjek kelompok dan individual, sehingga menjiwai semua tingkah laku dalam lingkungan praksisnya dalam bidang kenegaraan, politik, dan pribadi.
Driyarkara menjelaskan proses pelaksanaan ideologi Pancasila, dengan gambaran gerak transformasi Pancasila formal sebagai kategori tematis (berupa konsep, teori) menjadi kategori imperatif  (berupa norma-norma) dan kategori operatif  (berupa praktik hidup). Proses tranformasi berjalan tanpa masalah apabila tidak terjadi deviasi atau penyimpangan, yang berupa pengurangan, penambahan,dan penggantian (dalam Suwarno, 1993: 110- 111). Operasionalisasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara haruslah diupayakan secara kreatif dan dinamik, sebab Pancasilasebagai ideologi bersifat futuralistik. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang dicita-citakan dan ingin diwujudkan.
D.    Faktor Pendorong Keterbukaan Ideologi Pancasila
Faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut :
a.       Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yangberkembang secara cepat.
b.      Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku dikarenakan cenderung meredupkan perkembangan dirinya.
c.       Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.
d.      Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional.[9]

Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai praktis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam norma-norma dasar Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai atau norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang fundamental (Staatsfundamentealnorm). Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.
E.     Batas-Batas Keterbukaan Ideologi Pancasila
Keterbukaan ideologi Pancasila ada batas-batasnya yang tidak boleh dilanggar, yaitu sebagai berikut :
a.       Stabilitas nasional yang dinamis.
b.      Larangan terhadap ideologi marxisme, leninisme dan komunisme.
c.       Mencegah berkembangnya paham liberal.
d.      Larangan terhadap pandangan ekstrim yang mengelisahkan kehidupan masyarakat.
e.       Penciptaan norma yang baru harus melalui konsensus.








PENUTUP

A.    Kesimpulan
Idiologi berarti ilmu pengertia-pengertian dasar. Dalam pengertia sehari-hari, “idea” disamakan artinya dengan cita-cita. Yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau paham.
Ideologi Pancasila bukanlah pseudo religi. Oleh karena itu, Pancasila perlu dijabarkan secara rasional dan kritis agar membuka iklim hidup yang bebas dan rasional pula. Konsekuensinya, bahwa Pancasila harus bersifat terbuka. Artinya, peka terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia dan tidak menutup diri terhadap nilai dan pemikiran dari luar yang memang diakui menunjukkan arti dan makna yang positif bagi pembinaan budaya bangsa, sehingga dengan demikian menganggap proses akulturasi sebagai gejala wajar. Dengan begitu ideologi Pancasila akan menunjukkan sifatnya yang dinamik, yaitu memiliki kesediaan untuk mengadakan pembaharuan yang berguna bagi perkembangan pribadi manusia dan masyarakat.  Nilai-nilai dalam idiologi terbuka meliputi; nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis.
B.     Kritik dan Saran
Seharusnya kita selalu menjaga sikap kita berdasarkan nilai-nilai yang ada di dalam pancasila sebagai dasar tingkah laku kita dalam kehidupan sehari-hari dan selalu mempunyai dasar, pemahaman, pandangan, ide/gagasan yang cemerlang demi kelestarian pancasila agar tetap Berjaya dari masa ke masa. Semoga makalah ini bermanfaat, penulis mengharapkan kritik maupun saran yang bersifat konstruktif (membangun) guna perbaikan mekalah berikutnya agar terlihat lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA


Kaelan dan Ahmad Zubaidi, 2007. Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta: Paradigma
Syahrial Syarbaini, 2009. Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi, Cet. III, Jakarta : Ghalia Indonesia
Suandi Almarsudi, 2008.  Pencasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: Rajawali Pers
Farans Magnis Suseno, 1988.  Etika Politik, Jakarta: Gramedia


[1] Kaelan dan Ahmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta: Paradigma, 2007. hlm. 30
[2] Padmo Wahjono, Masalah-Masalah Aktual Ketatanegaraan, (Jakarta: Yayasan Wisma Djokosutono, SH., 1991), hlm. 25
[3] Farans Magnis Suseno, Etika Politik, (Jakarta: Gramedia, 1988) hlm. 366-367
[5] Syahrial Syarbaini, Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi, Cet. III, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2009, hlm. 57
[6] Suandi Almarsudi, Pencasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2008. hlm. 70
[8] Suandi Almarsudi, Op.Cit., hlm. 71

Tidak ada komentar:

Posting Komentar