MOTTO
“Hai
anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu
adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu
ingat”. (Q.S. Al-A’raaf : 26)
“Jadilah seperti
karang di lautan yang kuat dihantam ombak dan kerjakanlah hal yang bermanfaat
untuk diri sendiri dan orang lain, karena hidup hanyalah sekali. Ingat hanya
pada Allah apapun dan di manapun kita berada kepada Dia-lah tempat meminta dan
memohon.”
PERSEMBAHAN
Ayah
dan Bunda…
Goresan-goresan
ini bukanlah sebuah mutiara kehidupan,
Namun
hanyalah sebenih dari pengetahuan adinda…
Kedua orang tuaku yang
sangat aku sayangi…
Terimakasih telah
melahirkan, membesarkan,
Mendidik
dan memberikan kasih sayang serta do’a dan dukungannya,
Maafkanlah
segala kesalahan anakmu ini jika telah melukai hati kalian…
Walau
ku tahu…
Andai
beribu kata yang aku ucapkan
Andai
beribu jasa yang ku berikan
Guna
mendambakan segala kasih dan sayangmu…
Semua
itu tak akan pernah terbalas
Ku
sadari…
Kalau
bukan karena hasil tetesan keringat kedua orang tuaku…
Aku
takkan bisa jadi seperti ini…
Do’a
mu yang selalu menyertai ku…
Keridhoanmu
juga selalu meyertai ku…
Kesabaranmu
menanti keberhasilanku….
Keikhlasanmu
atas segala jerih payahmu…
Semoga
segala do’amu di dengar oleh yang maha kuasa…
Semoga
keberhasilanku nantinya…
Dapat meridho’kan atas
segala kesalahan yang pernah aku lakukan
Dapat
menghapus deritamu atas segala keinginanku…
Dapat
member senyuman di bibir indahmu atas segala harapanmu
Terimakasih
kepada dosenku bapak H. Baharuddin R., S.Ag, M.A
Yang
telah memberikan ilmu pengetahuan kepada saya…
Dan
buat teman-teman saya terimakasih atas segala aspirasinya selama ini…
Semoga
kesuksesan akan selalu ada di hadapan kita semua
Amin……..
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Dalam ideologi Pancasila memiliki lebih banyak manfaat
dalam segala bidang kehidupan baik bidang politik, ekonomi, bermasyarakat dan
lain sebagainya, apalagi Pancasila dipandang sebagai sumber dari kehidupan
berbangsa dan bernegara dimana segala sesuatunya berada dalam Pancasila. Untuk
itu adanya Pancasia sebagai ideologi haruslah di pelihara, dilestarikan ,
diamankan dan dijunjung tinggi sebagai pandangan hidup berbangsa. Tanpa adanya
kontuinitas dari masyarakatnya untuk melestarikan ideologi pancasila itu
sendiri sudah pasti bangsa dan Negara ini akan mengalami kehilangan etika dan
melaksanakan perilaku kehidupan, karena tidak ada lagi penuntun yang menjadi
pegangan yang mengatur kehidupan masyarakat.
Pancasila sebagai suatu ideologi yang tidak lahir
begitu saja, sudah jelas segala sesuatunya memiliki sebab dan akibat, begitu
juga dengan lahirnya ideologi itu sendiri. Selain sebab faktor penghambat pun
terjadi pada saat lahirnya pancasila sebagai ideologi bangsa. Namun dengan
adanya penghambat tersebut tidak akan membuat kita sebagai bangsa Indonesia
untuk tidak terus melestarikan, serta menerapkan Pancasila sebagai suatu
ideologi yang positif dampaknya bagi kita sebagai masyarakat, bagi bangsa dan
juga bagi Negara. Sehingga ideologi Pancasila sebenarnya sangat relevan dengan
suasana pemikiran di alam reformasi ini yang menuntut transparansi di segala
bidang namun masih tetap menjunjung kaidah nilai dan norma kita sebagai bangsa
timur yang beradab. Meskipun memiliki faktor pendorong maupun faktor penghambat
adanya terhadap ideologi Pancasila tidak meruntuhkan niat masyarakat bangsa
Indonesia untuk terus melestarikannya karena hal tersebut merupakan penuntun
kehidupan yang sangat positif dalam menuntun kelangsungan Negara Republik
Indonesia.
Di era Orde Baru, dapat dikatakan tak ada pihak yang
berani membicarakan apalagi merencanakan dan memperjuangkan agar Pancasila
diganti dengan ideologi yang lain. Bukannya kelompok-kelompok yang merongrong
Pancasila itu tidak ada sama sekali, melainkan pemerintah yang selalu menyikapi
dan menindaknya secara tegas apabila di masyarakat mulai terendus bau tak sedap
akan munculnya bahaya ideologi yang lain itu.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apakah idiologi itu?
b.
Apakah pancasila sebagai idiologi terbuka itu?
c.
Bagaimana idiologi
yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika internal?
d.
Bagaimana Adanya
dialog yang terus-menerus tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
dengan realita yang ada di masyarakat?
e.
Apa saja yang terdapat dalam nilai-nilai pancasila
sebagai idiologi terbuka?
f.
Apa saja Faktor Pendorong Keterbukaan Ideologi
Pancasila?
g.
Apa saja Batas-Batas Keterbukaan Ideologi Pancasila?
C.
Tujuan Penulisan Dan Pemilihan Judul
1.
Untuk memenuhi tugas mandiri pada mata kuliah
“Pendidikan Pancasila”
2.
Untuk melatih diri agar terbiasa dan selalu
mengembangkan hal-hal yang baik di dalam penulisan makalah maupun memenuhi
tugas mandiri
3.
Untuk lebih memahami pancasila sebagai idiologi
4.
Penulis memilih judul “pancasila sebagai idiologi”
karena penulis ingin lebih memahami dasar-dasar didalam pancasila, bagaimana
nilai-nilai yang terdapat didalamnya, dan juga karena Dalam ideologi Pancasila
memiliki lebih banyak manfaat dalam segala bidang kehidupan baik bidang
politik, ekonomi, bermasyarakat dan lain sebagainya, apalagi Pancasila dipandang
sebagai sumber dari kehidupan berbangsa dan bernegara dimana segala sesuatunya
berada dalam Pancasila.
PEMBAHASAN
PANCASILA SEABGAI IDIOLOGI
A.
Pengertian Idiologi
Istilah idiologi berasal dari kata “Idea” yang berarti
“gagasan, konsep. Pengertian dasar, cita-cita”, dan “Logos” yang berarti
“ilmu”. Kata idea berasal dari bahasa yunani “eidos” yang artinya “berbentuk”.
Disamping itu ada kata “Idein” yang artinya “melihat”. maka secara
harfiah, idiologi berarti ilmu pengertia-pengertian dasar. Dalam pengertia
sehari-hari, “idea” disamakan artinya dengan cita-cita. Yang dimaksud adalah
cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita itu
sekaligus merupakan dasar, pandangan atau paham. Memang pada hakikatnya, antara
dasar dan cita-cita itu sebenarnnya dapat merupakan satu kesatuan. Dasar
ditetapkan karena atas suatu landasan, asas atau dasar yang telah ditetapkan
pula. Dengan demikian idiologi mencakup pengertian tentang idea-idea,
pengertian dasar, gagasan dan cita-cita.[1]
Pendapat-pendapat pakar tentang idiologi :
·
Padmo Wahjono[2]
Mengartikan idiologi sebagai kesatuan yang bulat dan utuh dari ide-ide
dasar.
Menurut pakar hukum tata Negara ini idiologi merupakan suatu kelanjutan
atau konsekuensi daripada pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa, dan
akan berupa seperanngkat tata nilai yang dicita-citakan akan direalisir di
dalam kehidupan berkelompok.
Idiologi mengandung kegunaan untuk memberikan stabilitas arah dalam hidup
berkelompok dan sekligus memberikan dinamika gerak menuju tujuan masyarakat
atau bangsa.
·
Frans Magnis Suseno[3]
Seorang pakar filsafat, mengartikan idiologi dalam arti luas, dan dalam
arti sempit.
Dalam arti luas, dan kurang tepat istilah “idiologi” dipergunakan untuk
segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang yang
mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam arti ini keyakinan bahwa
Negara dan kesetiakawanan akan disebut idiologi. Frans Magnis Suseno
menggunakan kata idiologi sebagai sesuatu yang positif, yaitu sebagai
nilai-nilai dan cita-cita yang luhur, yaitu dalam arti sebagai “idiologi
terbuka”
Dalam arti sempit dan sebenarnya idiologi adalan gagasan atau teori
menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang mau menentukan dengan
mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Idiologi dalam arti ini
disebut “idiologi tertutup” karena kemutlakannya tidak mengizinkan orang
mengambil jarak terhadapnya. Secara singkat, dengan idiologi tertutup dimaksud
gagasan-gagasan tertentu yang dimutlakkan.
·
Puspo Wardoyo
Menyebutkan
bahwa ideologi dapat dirumuskan sebagai komplek pengetahuan dan nilai secara
keseluruhan menjadi landasan seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat
raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya.
Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya seseorang dapat menangkap apa yang
dilihat benar dan tidak benar, serta apa yang dinilai baik dan tidak baik.
·
Harol H. Titus
Definisi
dari ideologi adalah: Aterm used for any group of ideas concerning various
political and aconomic issues and social philosophies often applied to a
systematic scheme of ideas held by groups or classes, artinya suatu istilah
yang digunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai bebagai macam masalah
politik ekonomi filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu rencana
yang sistematis tentang suatu cita-cita yang dijalankan oleh kelompok atau
lapisan masyarakat.[4]
B. Pancasila Sebagai Idiologi Terbuka
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan
perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal. Sumber semangat
ideologi terbuka itu sebenarnya terdapat dalam Penjelasan Umum UUD 1945, yang
menyatakan, “... terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum
dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan
yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang
lebih mudah cara membuatnya, mengubahnya dan mencabutnya“.[5]
Pancasila sebagai idiologi terbuka mencerminkan seperangkat nilai
terpadi dalam kehidupan politiknya bangsa Indonesia, yaitu sebagai tata nilai
yang digunakan sebagai acuan didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.[6]
Pancasila memiliki dua hal yang harus dimiliki
oleh ideologi yang terbuka yaitu cita-cita yang (nilai) bersumber dari
kehidupan budaya masyarakat itu sendiri. Pancasila berasal dari bangsa
Indonesia sendiri bukan bangsa lain. Pancasila merupakan wadah/sarana yang
dapat mempersatukan bangsa itu sendiri karena memiliki falsafah dan kepribadian
yang mengandung nilai-nilai luhur dan hukum. Pancasila juga memiliki cita-cita
moral dan merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai ideologi terbuka,
Pancasila juga memiliki fleksibel dan kelenturan kepekaan kepada perkembangan
jaman. Sehingga nilai-nilai Pancasila tidak akan berubah dari zaman ke zaman.
Dan Pancasila harus memiliki kesinambungan atau saling interaksi dengan
masyarakat nya. Maka, apa yang menjadi tujuan negara dapat tercapai tanpa
adanya pertentangan. Semua orang tanpa terkecuali harus mengerti dan paham
betul tentang tujuan yang ada dalam Pancasila tersebut. Dengan demikian secara
ideal konseptual, Pancasila adalah ideologi, kuat, tangguh, bermutu tinggi dan
tentunya menjadi acuan untuk semangat bangsa Indonesia.[7]
Bukti Pancasila adalah
ideologi terbuka :
·
Pancasila
memiliki pandangan hidup dan tujuan serta cita-cita masyarakat Indonesia Tekad
untuk mengembangkan kekreatifitasan dan dinamis untuk mencapai tujuan nasional
·
Pengalaman
sejarah bangsa Indonesia
·
Terjadi atas
dasar keinginan bangsa ( masyarakat ) Indonesia sendiri tanpa campur tangan
atau paksaan dari sekelompok orang
·
Isinya tidak
operasional
·
Menginspirasikan
kepada masyarakat agar bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
·
Menghargai
pluralitas, sehingga dapat diterima oleh semua masyarakat yang memiliki latar
belakang dan budaya yang berbeda.
1.
Idiologi yang
dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika internal
Mengenai pengertian pencasila sebagai idiologi terbuka, bukanlah
berarti bahwa nilai dasarmya dapat di ubah atau diganti dengan nilai dasar yang
lain, karena bila dipahamkan secara demikian (sebagai pemahaman yang keliru),
hal itu sama artinya dengan meniadakan pancasila atau meniadakan identitas/jati
diri bangsa Indonesia. Hal mana yang berlawanan dengan pancasila dan tidak masuk
akal.
Di dalam pengertian pancasila sebagai idiologi terbuka mengandung
makna bahwa nilai-nilai dasar daripada pancasila itu dapat dikembangkan sesuai
dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman.[8]
Dengan perkembangan atas nilai-nilai
dasar ini pancasila tidak berubah menjadi semacam idiologi yang tertutup atau
kaku yang hanya bersifat doktriner seperti halnya yang terdapat pada Negara
yang berpaham totaliter, disamping juga bukan sebagai idiologi yang bersifat
utopia atau hanya terdapat dalam angan-angan belaka, melainkan bahwa ide-ide/
gagasan-gagasan dasarnya tersebut dapat dilaksanakan.
2.
Adanya dialog
yang terus-menerus tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dengan
realita yang ada di masyarakat
Pada masa era globalisasi dan modernisasi
sekaranng ini norma
dan nilai-nilai Pancasila sudah mulai memudar dan masyarakat pun mengalami
erupsi dan degradasi terhadap nilai-nilai luhur yang ada didalam Pancasila.
Pancasila sebagai dasar dan Ideologi Negara harus dipahami, dimengerti dan
diamalkan oleh Seluruh Rakyat Indonesia sebagai Pemersatu Bangsa serta sebagai
landasan berfikir, bersikap dan bertindak dalam membangun Indonesia.
Nilai-nilai
luhur Pancasila yang terdapat di dalam TAP MPR Nomor II/MPR/1978 tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Rumusan Pancasila yang ada saat
ini adalah rumusan yang terdapat dalam Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) yaitu Untuk
memenuhi kewajiban sebagai warga Negara dan warga masyarakat, manusia Indonesia
dalam mengayati dan mengamalkan Pancasila secara bulat dan utuh menggunakan
pedoman, antara lain:
1. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa
Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan
sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa indonesia
merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga
memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati
kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif
antarumat beragama.
2. Nilai
Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai
moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya.
3. Nilai
Persatuan
Nilai persatuan indonesia mengandung
makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa
nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia
sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang
dimiliki bangsa indonesia..
4. Nilai
Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah
mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
5.
Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya
masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah.
Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak
dan normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat
operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh
nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai.
Artinya, dengan bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan
dijabarkan nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.
Menteri
Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengajak semua pihak, masyarakat
Indonesia dan para penyelenggara negara untuk benar-benar mengamalkan Pancasila
sebagai ideologi.
Menurut Gamawan
Fauzi dalam realitas kehidupan berbangsa saat ini, kehidupan sehari-hari
masyarakat semakin menjauh dari nilai-nilai Pancasila. Kondisi ini tercermin
dari adanya kelompok masyarakat yang meragukan validitas Pancasila.“Ada kelompok
masyarakat yang ingin menggantikan Pancasila dengan ideologi lain melalui
cara-cara kekerasan”.
Selain
itu, ujar Mendagri, indikasi lain yang menunjukkan perilaku sehari-hari
masyarakat yang jauh dari nilai-nilai Pancasila, adalah sikap masyarakat yang
mudah terprovokasi, bahkan tidak segan melakukan tindakan anarkhis dan berujung
pada konflik sosial. “Kondisi seperti ini akan mengakibatkan loyalitas kepada
bangsa dan negara menjadi menurun, dan tidak kondusif bagi perkembangan bangsa
kedepan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang demokratis,”
C. Nilai-Nilai
Pancasila Sebagai Idiologi terbuka
Moerdiono (1995/1996) menunjukkan adanya 3 tataran nilai dalam
ideologi Pancasila. Tiga tataran nilai itu adalah:
1.
Nilai Dasar, yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak
dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu.Nilai dasar merupakan
prinsip, yang bersifat amat abstrak, bersifat amat umum, tidak terikat oleh
waktu dan tempat, dengan kandungan kebenaran yang bagaikan aksioma.Dari segi
kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang
mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya. Nilai dasar
Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara.Nilai dasar Pancasila tumbuh baik
dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan yang telah
menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam agama dan
tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan kebersamaan,
persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat.
2.
Nilai Instrumental, yaitu suatu nilai yang bersifat kontekstual.
Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar tersebut, yang
merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi
tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan
tuntutan zaman. Namun nilai instrumental haruslah mengacu pada nilai dasar yang
dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamik dalam
bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam batas-batas yang
dimungkinkan oleh nilai dasar itu.Dari kandungan nilainya, maka nilai
instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana,
program, bahkan juga proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut.
Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR,
Presiden, dan DPR.
3.
Nilai Praksis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan
sehari-hari, berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan)
nilai Pancasila. Nilai praksis terdapat pada demikian banyak wujud penerapan
nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik oleh
cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, oleh organisasi kekuatan sosial
politik, oleh organisasi kemasyarakatan, oleh badan-badan ekonomi, oleh
pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh warganegara secara perseorangan. Dari segi
kandungan nilainya, nilai praksis merupakan gelanggang pertarungan antara
idealisme dan realitas.
Jika ditinjau dari segi pelaksanaan nilai yang dianut, maka
sesungguhnya pada nilai praksislah ditentukan tegak atau tidaknya nilai dasar
dan nilai instrumental itu. Ringkasnya bukan pada rumusan abstrak, dan bukan
juga pada kebijaksanaan, strategi, rencana, program atau proyek itu sendiri
terletak batu ujian terakhir dari nilai yang dianut, tetapi pada kualitas
pelaksanaannya di lapangan. Bagi suatu ideologi, yang paling penting adalah
bukti pengamalannya atau aktualisasinya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Suatu ideologi dapat mempunyai rumusan yang amat
ideal dengan ulasan yang amat logis serta konsisten pada tahap nilai dasar dan
nilai instrumentalnya. Akan tetapi, jika pada nilai praksisnya rumusan tersebut
tidak dapat diaktualisasikan, maka ideologi tersebut akan kehilangan
kredibilitasnya.Bahkan Moerdiono (1995/1996: 15) menegaskan, bahwa bahwa
tantangan terbesar bagi suatu ideologi adalah menjaga konsistensi antara nilai
dasar, nilai instrumental, dan nilai praksisnya. Sudah barang tentu jika
konsistensi ketiga nilai itu dapat ditegakkan, maka terhadap ideologi itu tidak
akan ada masalah. Masalah baru timbul jika terdapat inkonsisitensi dalam tiga
tataran nilai tersebut.
Untuk menjaga konsistensi dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke
dalam praktik hidup berbangsa dan bernegara, maka perlu Pancasila formal yang
abstrak-umum-universal itu ditransformasikan menjadi rumusan Pancasila yang
umum kolektif, dan bahkan menjadi Pancasila yang khusus individual (Suwarno,
1993: 108). Artinya, Pancasila menjadi sifat-sifat dari subjek kelompok dan
individual, sehingga menjiwai semua tingkah laku dalam lingkungan praksisnya
dalam bidang kenegaraan, politik, dan pribadi.
Driyarkara menjelaskan proses pelaksanaan ideologi Pancasila, dengan
gambaran gerak transformasi Pancasila formal sebagai kategori tematis (berupa konsep, teori) menjadi kategori imperatif (berupa norma-norma) dan kategori operatif (berupa
praktik hidup). Proses tranformasi berjalan tanpa masalah apabila tidak terjadi
deviasi atau penyimpangan, yang berupa pengurangan, penambahan,dan penggantian
(dalam Suwarno, 1993: 110- 111). Operasionalisasi Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara haruslah diupayakan secara kreatif dan
dinamik, sebab Pancasilasebagai ideologi bersifat futuralistik. Artinya,
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang
dicita-citakan dan ingin diwujudkan.
D.
Faktor Pendorong Keterbukaan Ideologi Pancasila
Faktor yang
mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai
berikut :
a.
Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika
masyarakat yangberkembang secara cepat.
b.
Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang
tertutup dan beku dikarenakan cenderung meredupkan perkembangan dirinya.
c.
Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.
d.
Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai
dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan
dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional.[9]
Keterbukaan
ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola
pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga
tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai
sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai
praktis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai
Pancasila dijabarkan dalam norma-norma dasar Pancasila yang terkandung dan
tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai atau norma dasar yang terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu adalah
pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang
fundamental (Staatsfundamentealnorm). Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai
instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat
yang sama dengan nilai dasarnya.
E.
Batas-Batas Keterbukaan Ideologi Pancasila
Keterbukaan
ideologi Pancasila ada batas-batasnya yang tidak boleh dilanggar, yaitu sebagai
berikut :
a.
Stabilitas nasional yang dinamis.
b.
Larangan terhadap ideologi marxisme, leninisme dan
komunisme.
c.
Mencegah berkembangnya paham liberal.
d.
Larangan terhadap pandangan ekstrim yang mengelisahkan
kehidupan masyarakat.
e.
Penciptaan norma yang baru harus melalui konsensus.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Idiologi
berarti ilmu pengertia-pengertian dasar. Dalam pengertia sehari-hari, “idea”
disamakan artinya dengan cita-cita. Yang dimaksud adalah cita-cita yang
bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan
dasar, pandangan atau paham.
Ideologi Pancasila bukanlah pseudo religi. Oleh karena itu,
Pancasila perlu dijabarkan secara rasional dan kritis agar membuka iklim hidup
yang bebas dan rasional pula. Konsekuensinya, bahwa Pancasila harus bersifat
terbuka. Artinya, peka terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia
dan tidak menutup diri terhadap nilai dan pemikiran dari luar yang memang
diakui menunjukkan arti dan makna yang positif bagi pembinaan budaya bangsa,
sehingga dengan demikian menganggap proses akulturasi sebagai gejala wajar.
Dengan begitu ideologi Pancasila akan menunjukkan sifatnya yang dinamik, yaitu
memiliki kesediaan untuk mengadakan pembaharuan yang berguna bagi perkembangan
pribadi manusia dan masyarakat. Nilai-nilai
dalam idiologi terbuka meliputi; nilai dasar, nilai instrumental dan nilai
praksis.
B.
Kritik dan
Saran
Seharusnya kita selalu menjaga sikap kita berdasarkan nilai-nilai
yang ada di dalam pancasila sebagai dasar tingkah laku kita dalam kehidupan
sehari-hari dan selalu mempunyai dasar, pemahaman, pandangan, ide/gagasan yang
cemerlang demi kelestarian pancasila agar tetap Berjaya dari masa ke masa.
Semoga makalah ini bermanfaat, penulis mengharapkan kritik maupun saran yang
bersifat konstruktif (membangun) guna perbaikan mekalah berikutnya agar terlihat
lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan
dan Ahmad Zubaidi, 2007. Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta:
Paradigma
Syahrial Syarbaini, 2009. Pendidikan
Pancasila Di Perguruan Tinggi, Cet. III, Jakarta : Ghalia Indonesia
Suandi Almarsudi, 2008. Pencasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma
Reformasi, Jakarta: Rajawali Pers
Farans
Magnis Suseno, 1988. Etika Politik,
Jakarta: Gramedia
http://www.sarjanaku.com/2011/05/pancasila-sebagai-ideologi-negara.html. Accesed, 25 Mei 2012
http://stiebanten.blogspot.com/2011/05/arti-ideologi-terbuka.html. Accesed, 25 Mei 2012
[1]
Kaelan dan
Ahmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta: Paradigma, 2007. hlm.
30
[2]
Padmo Wahjono, Masalah-Masalah Aktual Ketatanegaraan, (Jakarta: Yayasan Wisma Djokosutono, SH.,
1991), hlm. 25
[3] Farans Magnis
Suseno, Etika Politik, (Jakarta: Gramedia, 1988) hlm. 366-367
[5]
Syahrial
Syarbaini, Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi, Cet. III, Jakarta :
Ghalia Indonesia, 2009, hlm. 57
[6]
Suandi Almarsudi,
Pencasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: Rajawali
Pers, 2008. hlm. 70
[8]
Suandi Almarsudi,
Op.Cit., hlm. 71
Tidak ada komentar:
Posting Komentar